Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini, Kamis (28/12/2017), tercatat telah melakukan 19 kali Operasi Tangkap Tangan (OTT) selama tahun 2017. Catatan tersebut merupakan jumlah terbanyak selama sejarah berdirinya KPK.
Dari banyaknya OTT yang dilakukan, muncul anggapan bahwa KPK dalam menangkap tersangka korupsi atas dasar kecurigaan terhadap seseorang bukan berdasarkan barang bukti yang ditemukan. Namun hal ini kemudian dibantah keras oleh Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan, Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter. Menurutnya, pendapat seperti itu tidak masuk akal dan mengada-ada.
"Itu tidak mungkin karena orang ini muncul juga bukan karena KPK, kayaknya ini enak nangkep orang ini, gak mungkin itu seperti itu, ini menghina akal sehat juga," ucap Lola di Sekretariat ICW Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Menurut Lola, OTT selalu didahului oleh penyidikan ataupun pengembangan hingga penyadapan dari penyidik KPK. Dengan demikian sudah ada proses legal yang dijalankan oleh KPK, terutama dalam hal penyadapan harus mendapat ijin dari pihak berwenang.
Untuk mendapat izin, KPK harus membuktikan terlebih dahulu bahwa orang yang akan disadap memang telah terbukti beberapa kali menunjukan indikasi tindakan kejahatan. Sehingga sudah ada proses panjang sebelumnya, bukan keputusan sepihak dari KPK sendiri.
"Proses OTT itu saja bukan datang dari langit, prosesnya tidak semudah itu," tukas Lola.
Menurut Lola, KPK juga sebelum melakukan OTT harus sudah terlebih dahulu melakukan pengembangan terhadap laporan yang ada, hal ini sendiri merupakan keharus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Oleh karena itu Lola berharap stigma negatif itu dapat dihilangkan karena dinilai menjatuhkan martabat Komisi Anti Rasuah dalam memberantas korupsi.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama mengomentari artikel ini
Dapatkan strategi SEO terbaik untuk meningkatkan trafik organik serta solusi periklanan yang tepat sasaran.